Alteraksi, Tingkatkan Literasi Melalui Media Film

Alteraksi adalah program yang memanfaatkan film dan fasilitasi untuk membahas serta mengalami isu keragaman, keadilan, dan inklusi sosial.

Jakarta, 18 September 2022. Dalam rangka memperingati Hari Literasi Internasional yang jatuh pada 8 September, Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) bekerja sama dengan BesiBerani menggelar kegiatan “Alteraksi Pesantren”. Acara tersebut juga menjadi momen peluncuran Klub Literasi KGSB, sebuah inisiatif yang dipimpin oleh Ninik Febriani, S.Pd Kons C.Ht, Guru BK SMPN 40 Jakarta.

Pada 2022, Hari Literasi Internasional  mengambil tema, “Transforming Literacy Learning Spaces” atau “Transformasi Ruang Belajar Literasi”. Tema ini menggarisbawahi pentingnya menciptakan ruang belajar yang mendukung ketahanan pendidikan serta menjamin pendidikan yang berkualitas, inklusif, dan adil untuk semua. Dalam konteks Indonesia, stagnansi literasi menjadi isu krusial yang berkaitan erat dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Menurut target Sustainable Development Goals (SDGs) poin 4.6, pada tahun 2030 diharapkan semua remaja dan sebagian kelompok dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki kemampuan literasi dan numerasi. Upaya ini menjadi relevan dalam meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pendidikan.

Film sebagai Media Pembelajaran Literasi

Alteraksi merupakan sebuah program yang menggunakan film dan metode fasilitasi sebagai alat bantu untuk membicarakan sekaligus mengalami beragam opini, pandangan, perasaan, dan pemikiran mengenai persoalan keragaman, keadilan, dan inklusi sosial dalam hidup sehari-hari.

Kegiatan Alteraksi Pesantren menggunakan film dokumenter “Pesantren” karya Shalahuddin Siregar sebagai materi utama. Film ini mengajak penonton menyelami kehidupan para penghuni Pondok Kebon Jambu Al-Islamy, salah satu pondok pesantren terbesar di Kabupaten Cirebon. Menariknya, institusi pendidikan tradisional yang memiliki 2000an santri ini dipimpin oleh seorang ulama perempuan. Santri di Pondok Kebun Jambu dididik untuk menghargai dan mengasihi semua ciptaan Allah tanpa terkecuali. Film Pesantren telah diputar perdana di Ajang International Documentary Film Festival Amsterdam (IDFA) pada akhir 2019.

Ruth Andriani, founder KGSB, menyatakan bahwa pemilihan film Pesantren sejalan dengan misi KGSB dalam menangani tiga dosa besar pendidikan di Indonesia: intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan.

“Melalui Alteraksi Pesantren ini, kami berharap para guru mendapatkan pengalaman baru dalam menggunakan film sebagai media pembelajaran serta pandangan mengenai keberagaman dan toleransi,” ujar Ruth.

Metode Alteraksi: Tukar Pandang dan Lontar Suara

Setelah pemutaran film berdurasi 96 menit, peserta mengikuti fasilitasi kreasi yang dirancang oleh BesiBerani, yaitu metode Tukar Pandang dan Lontar Suara. BesiBerani adalah sebuah inisiatif interferensi sosial melalui medium film yang telah merancang dan melaksanakan program Alteraksi sejak 2018.  

Alur fasilitasi dalam “Tukar Pandang” secara umum terdiri dari lima tahap proses yaitu saling mengenal karakter peserta (character), mengeluarkan pendapat (voice), saling berbagi nilai (exchange), memberikan tanggapan (response) dan membuat tindak lanjut nyata dalam keseharian peserta (possibility).

Para penggagas Alteraksi Suryani Liauw dan Rival Ahmad, memaparkan bahwa penggabungan film Pesantren dan metode fasilitasi dalam kerangka program Alteraksi Pesantren adalah sebuah pasangan yang tepat dan efektif dalam memperkuat efek riak (ripple efect) dari dampak yang disasar. Dalam setiap kegiatan Alteraksi, eksplorasi paling besar dan cerita yang paling berharga sesungguhnya datang dari para peserta (penonton film). Dalam konteks kemasyarakatan, kesadaran (consciouness) dan makna bersama (shared meaning) merupakan faktor kunci yang menjadi perekat dan pengeras setiap hubungan sosial, baik yang menghargai keberagaman maupun sebaliknya.

Febri Triwahyudi, Guru BK SMP Islam Nurul Hidayah Depok, mengapresiasi program tersebut. Ia menyebutkan bahwa metode Alteraksi memberikan pengalaman baru bagi para guru dalam menggunakan film sebagai media literasi.

“Alteraksi bisa menjadi pembelajaran baru untuk diterapkan di sekolah. Tanpa disadari, film rupanya bisa menjadi pembelajaran secara umum melalui sharing pengalaman. Film yang memiliki media audio visual mampu membuat anak lebih tertarik untuk belajar dari tiap adegan, jalur cerita dan bisa dibedah sesuai pemahaman masing-masing anak,” tandas Febri.  

Ana Susanti, founder Rumah Guru BK, menambahkan bahwa metode ini sangat potensial diterapkan oleh guru dalam pembelajaran sehari-hari. “Metode ini merupakan perwujudan nyata dari ‘the art full of pedagogy’. Metode ini sangat mungkin diterapkan para guru  dalam pengajaran sehari-hari untuk mengajak siswa mengungkapkan pendapat dan mempelajari hikmah dari film. Aktivitasnya menarik sehingga siswa tidak mudah bosan,” tuturnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Recent Posts

Category

© 2023 Copyrights  kgsb.org