Program SAS adalah inovasi berbasis semangat berbagi yang melibatkan siswa untuk membantu rekan-rekan mereka yang kurang mampu, selaras dengan nilai-nilai kolaborasi dan kepedulian. Sejak 2011, program ini berhasil mengumpulkan dana lebih dari Rp26 miliar dan telah memberikan manfaat nyata bagi lebih dari 300 ribu siswa di Banyuwangi.
Banyuwangi, 13 Oktober 2023 – Masalah putus sekolah masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan angka putus sekolah secara nasional dari 2019 hingga 2022, mencakup jenjang SD, SMP, hingga SMA. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, 76% keluarga mengakui bahwa putus sekolah terjadi akibat alasan ekonomi, dengan mayoritas (67%) disebabkan ketidakmampuan membayar biaya pendidikan, sementara sisanya yaitu 8,7% disebabkan anak harus mencari nafkah.
Merespons permasalahan ini, Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Banyuwangi menciptakan dua program inovatif: Siswa Asuh Sebaya (SAS) dan Gerakan Daerah Angkat Anak Muda Putus Sekolah (Garda Ampuh). Kedua program ini telah terbukti efektif dalam menekan angka putus sekolah.
Sebagai dukungan, Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) menggelar diskusi bertema “Mencegah Anak Putus Sekolah melalui Program Garda Ampuh dan SAS” pada Kamis, 12 Oktober 2023. Diskusi yang disiarkan melalui platform YouTube Live ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Lina Kamalin, S.Pd., M.Pd., Staf Ahli Dewan Pendidikan Kabupaten Banyuwangi, dan Ana Susanti, M.Pd., CEP, CHt., Founder Rumah Guru BK sekaligus Widyaiswara Kemdikbud Ristek RI.
Program SAS: Mengajarkan Kepedulian sejak Dini
Program SAS dimulai pada tahun 2011 berdasarkan Keputusan Kepala Dispendik Kabupaten Banyuwangi No. 421/1939.a/KEP/429.101/2011 tentang program SiswaAsuh Sebaya (SAS) SD, SMP, dan SMA sederajat. Kemudian dikukuhkan dengan Keputusan Bupati Banyuwangi No. 188/182/KEP/429.101/2014 tentang program Siswa Asuh Sebaya..
Program ini melibatkan siswa untuk membantu teman-teman mereka yang kurang mampu dengan cara menggalang dana secara sukarela. Dana tersebut dikelola oleh sekolah dan dilaporkan secara transparan kepada Dinas Pendidikan.
Staf Ahli Dewan Pendidikan Kabupaten Banyuwangi dan Pengawas Sekolah Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi, Lina Kamalin , S.Pd., M.Pd mengakui, tidak semua permasalahan pendidikan mampu ditangani oleh pemerintah daerah oleh karena itu pihaknya membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. “Program SAS ini merupakan inovasi yang menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan tangan pemerintah dalam membiayai pendidikan masyarakat,” ujarnya.

Lina Kamalin mengungkapkan, hingga kini program SAS berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp26,68 miliar, dan membantu lebih dari 300 ribu siswa di Banyuwangi. “Program ini menjadi solusi atas keterbatasan pemerintah daerah dalam membiayai pendidikan masyarakat,” ungkapnya.
Pasca pandemi di tahun 2021, program ini dikembangkan dengan program Sekolah Asuh Sekolah. Tercatat dalam kurun satu tahun tersebut, ada 175 sekolah berperan sebagai sekolah asuh bagi 525 sekolah.
Karena pencapaian tersebut, Program SAS mendapatkan beberapa penghargaan. Di antaranya MDS (Millennium Development Goals) Awards 2014, Penghargaan Cedas Berkarakter Kemendikbud RI 2020, TOP 12 Kategori Terbaik Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik, Provinsi Jatim 2016 dan 99 Inovasi Terbaik Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik) Kementerian PAN-RB 2017. Karena pencapaiannya, program ini telah direplikasi beberapa kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia.
Founder Rumah Guru BK dan Widyaiswara Kemdikbud Ristek RI, Ana Susanti, M.Pd., CEP, CHt., memberikan apresiasi tinggi terhadap inisiatif Program SAS.

“Saya sangat kagum dengan program ini karena mampu menggugah dan melibatkan banyak partisipan, terutama anak-anak. Bayangkan, dengan koin-koin kecil yang mereka miliki, mereka belajar mandiri dan berbagi, hingga berhasil mengumpulkan dana lebih dari Rp26 miliar. Jika ditarik ke belakang sejak program ini dimulai pada 2011, kini mereka telah tumbuh menjadi individu dewasa. Percayalah, pengalaman berbagi ini menjadi modal besar dalam membentuk karakter kepedulian mereka dan mewariskan nilai-nilai kebaikan kepada generasi berikutnya,” ungkapnya.
Founder KGSB, Ruth Andriani menambahkan, inti program SAS adalah semangat berbagi yang selaras dengan filosofi KGSB. “Selain karena kami concern dengan data angka putus sekolah yang masih memprihatinkan, melalui diskusi ini kami harap value berbagi yang menjadi landasan dari program SAS dapat ditiru dan menginspirasi para guru anggota KGSB,” pungkasnya.
Garda Ampuh: ‘Memburu’ Anak Putus Sekolah
Selain SAS, Pemkab Banyuwangi juga memiliki program Garda Ampuh yang berfokus pada menjemput dan mengembalikan anak-anak putus sekolah ke jalur pendidikan. Program ini dijalankan oleh tim khusus dari Dispendik Banyuwangi, bekerja sama dengan elemen masyarakat berlandaskan Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 4 Tahun 2014 tentang Program Gerakan Masyarakat Pemberantasan Tributa dan Pengangkatan Murid Putus Sekolah (GEMPITA-PERPUS) Kabupaten Banyuwangi.
Program Garda Ampuh menerapkan tiga skema utama untuk menuntaskan kasus putus sekolah:
- Anak-anak yang putus sekolah dikembalikan ke sekolah reguler sesuai jenjangnya.
- Anak putus sekolah yang hampir menyelesaikan jenjang SD diikutkan ujian akhir dengan modul belajar.
- Anak-anak yang sudah melewati usia sekolah diarahkan ke program paket melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Pada Agustus 2023, jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) di Banyuwangi tercatat mencapai 11.289 anak. Berkat program Garda Ampuh, angka ini berhasil ditekan menjadi 5.664 anak pada September 2023.
Program ini juga telah membawa Banyuwangi meraih penghargaan Innovation Government Award sebagai Kabupaten Terinovatif di Indonesia sejak 2018.