Sahabat Guru Hebat
Di balik suasana belajar yang ramai setiap pagi, ada hal-hal sederhana yang sering luput dari perhatian kita di sekolah. Misalnya, air yang mengalir di wastafel, sabun di dekat toilet, atau tempat sampah kecil di pojok ruang cuci tangan. Padahal, hal-hal kecil itu bisa menjadi penentu besar bagi kesehatan dan rasa aman, terutama bagi para siswi yang sedang tumbuh di masa remaja.
Kesehatan reproduksi sering dianggap topik yang sensitif, padahal sejatinya ia adalah bagian dari pendidikan hidup itu sendiri. Di ruang sekolah, guru wanita dan siswa baik putra maupun putri, memegang peran penting dalam membangun budaya sadar kesehatan yang menyeluruh. Mulai dari pengetahuan tubuh hingga kebersihan lingkungan.
Kesehatan Reproduksi, Pendidikan tentang Tubuh dan Martabat
Masa remaja adalah masa di mana banyak hal berubah, tubuh, emosi, dan cara pandang terhadap diri sendiri. Di sinilah pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi. Bukan semata-mata soal anatomi tubuh, tapi tentang bagaimana menghormati diri dan menjaga kesehatan pribadi. Guru wanita memiliki peran strategis dalam proses ini. Mereka bukan hanya pengajar, tetapi juga figur teladan yang bisa menumbuhkan pemahaman dan kepercayaan diri pada siswa. Ketika seorang guru dengan tenang menjelaskan tentang menstruasi, kebersihan diri, atau cara menjaga kesehatan organ reproduksi, sesungguhnya ia sedang menanamkan nilai martabat dan penghormatan terhadap tubuh.
Bagi siswa laki-laki, pengetahuan ini sama pentingnya. Mereka belajar menghormati teman perempuan, memahami kebutuhan biologis yang berbeda, dan ikut bertanggung jawab menjaga lingkungan sekolah agar tetap bersih dan sehat. Karena kesehatan reproduksi sebenarnya bukan sekadar isu “perempuan”, melainkan juga bagian dari kemanusiaan bersama.
Ketika Toilet Sekolah Menjadi Cermin Kepedulian
Toilet sekolah sering menjadi indikator paling jujur dari budaya kebersihan dan kepedulian sebuah lembaga pendidikan. Banyak penelitian menunjukkan hubungan langsung antara kondisi sanitasi sekolah dengan kesehatan reproduksi siswa, terutama remaja perempuan.
Menurut laporan WHO dan UNICEF (2024), hanya sekitar sepertiga sekolah di dunia yang memiliki tempat pembuangan khusus produk menstruasi di toilet perempuan. Akibatnya, banyak siswi memilih menahan diri atau bahkan absen saat menstruasi karena fasilitas yang tidak mendukung.
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI melalui program UKS menekankan pentingnya manajemen kebersihan menstruasi. Mesti disadari, toilet bersih, air mengalir, sabun, dan privasi yang terjaga bukanlah kemewahan. Itu semua adalah hak dasar bagi setiap siswa.
Toilet yang kotor, tanpa air, atau tidak tertutup rapat bukan hanya soal estetika. Ia bisa menjadi sumber infeksi saluran kemih dan gangguan kesehatan reproduksi. Terutama bila siswa terpaksa menahan buang air atau mengganti pembalut dalam kondisi tidak higienis.
Sekolah Sehat Reproduksi, Kolaborasi Guru dan Siswa
Sekolah yang sehat reproduksi adalah sekolah yang menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab bersama.
Guru wanita bisa memulai dari hal sederhana. Mengajak siswa berdiskusi tentang tubuh dan kebersihan pribadi, memastikan fasilitas sekolah berfungsi baik, dan menyuarakan pentingnya sanitasi dalam rapat sekolah atau bersama komite. Sementara itu, siswa — baik putra maupun putri, bisa ikut menjaga fasilitas dengan cara kecil namun berarti. Seperti menjaga kebersihan toilet, tidak membuang sampah sembarangan, melaporkan jika ada fasilitas rusak, atau membantu teman yang kesulitan saat menstruasi.
Ketika hubungan antara guru dan siswa dibangun atas dasar saling percaya dan empati, topik kesehatan reproduksi tidak lagi menjadi tabu. Ia berubah menjadi percakapan sehat yang memampukan setiap individu memahami dan menghormati tubuhnya sendiri.
Langkah Nyata KGSB
Sebagai bagian dari komunitas pendidikan, ada beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan Sahabat Guru Hebat untuk memperkuat budaya sehat di sekolah. Di antaranya :
- Audit fasilitas sanitasi secara rutin: pastikan air, sabun, dan tempat pembuangan tersedia.
- Integrasikan pendidikan kesehatan reproduksi dalam pelajaran atau kegiatan ekstrakurikuler, dipandu oleh guru wanita.
- Libatkan siswa laki-laki dalam edukasi kebersihan dan empati terhadap teman perempuan.
- Buat ruang aman untuk berbicara, di mana siswa dapat bertanya atau berkonsultasi tanpa rasa malu.
- Kolaborasi dengan UKS dan komite sekolah agar sanitasi dan kesehatan reproduksi menjadi bagian dari kebijakan sekolah. Menumbuhkan Sekolah yang Menjaga Martabat
Kesehatan reproduksi bukan semata urusan tubuh, melainkan juga soal martabat dan kenyamanan belajar. Sekolah yang peduli pada kebersihan toilet, menyediakan sabun dan air mengalir, serta memberi ruang aman bagi siswa untuk memahami dirinya sendiri, sesungguhnya sedang menanamkan nilai kemanusiaan yang paling dasar yaitu menghormati kehidupan.
Di situlah guru wanita dan siswa memiliki peran penting. Melalui kesadaran, empati, dan tindakan kecil setiap hari, mereka menjadi penjaga martabat generasi. Dan dari toilet yang bersih hingga pikiran yang tercerahkan, sekolah bisa benar-benar menjadi ruang tumbuh yang sehat, lahir dan batin.
Referensi
- World Health Organization & UNICEF (2024). Global report reveals major gaps in menstrual health and hygiene in schools.
- Kementerian Kesehatan RI (2017). Manajemen Kebersihan Menstruasi melalui UKS.
- Jurnal Kedokteran Meditek (Sitarani, C. et al.). Gambaran Tingkat Pengetahuan Siswi tentang Personal Hygiene saat Menstruasi.
- Jurnal MPPKI (Tabina, M. M.). Relationship between Knowledge, Information, and School Sanitation Facility with Menstrual Hygiene Practices Among Schoolgirls.



