Perubahan arah pendidikan di Indonesia terus berlangsung sebagai upaya menjawab tantangan zaman yang semakin kompleks. Setelah penguatan karakter melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) menjadi salah satu fokus utama dalam Kurikulum Merdeka, kini hadir gagasan penguatan lebih lanjut melalui 8 Dimensi Profil Lulusan (DPL). Dimensi ini tidak hanya menekankan pada penguatan karakter, tetapi juga mencakup keterampilan, sikap, serta kompetensi holistik yang dibutuhkan peserta didik untuk menghadapi era globalisasi, transformasi digital, dan dinamika sosial budaya.
Membangun kompetensi utuh lewat 8 dimensi berarti mengarahkan peserta didik agar tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga adaptif, berkarakter, kolaboratif, dan mampu berkontribusi nyata dalam masyarakat. Pergeseran dari P5 menuju 8 DPL memberikan kesempatan bagi satuan pendidikan untuk merefleksikan kembali strategi pembelajaran, menyelaraskan kurikulum, serta merancang program yang lebih relevan dengan kebutuhan abad 21.
Menjawab kebutuhan tersebut, Komunitas Guru Satkaara Bangsa (KGSB) bekerja sama dengan Teacher Talent menghadirkan webinar TeTalk bertajuk “Membangun Kompetensi Utuh Lewat 8 Dimensi Profil Lulusan”. Kegiatan ini digelar secara daring pada Sabtu, 27 September 2025 pukul 10.00–11.30 WIB, dengan menghadirkan narasumber Program Manager di Teach First Indonesia, Illona Christina Kakerissa.
Diskusi juga dipandu oleh Kepala SDN Lenteng Agung 09 sekaligus anggota KGSB, Juli Sugiati, M.Pd. Webinar ini dihadiri lebih dari 200 peserta yang terdiri dari kalangan kepala sekolah, guru, pengelola pendidikan, serta pihak-pihak yang peduli pada masa depan pendidikan Indonesia.
Webinar itu dirancang dengan tujuan agar peserta, khususnya pendidik dan pengelola sekolah, dapat memahami arah tujuan pendidikan yang sesuai dengan 8 dimensi profil lulusan. Selain itu peserta juga diharapkan dapat menganalisis relevansi 8 dimensi ini dalam konteks tantangan pendidikan masa kini. Lebih jauh mereka diharapkan dapat mengembangkan strategi pembelajaran serta program sekolah yang dapat mendukung pencapaian 8 dimensi profil lulusan yang utuh.
Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan dikemas dalam format interaktif yang mencakup pemaparan materi, praktik sederhana, diskusi dengan narasumber, dan sesi tanya jawab. Peserta diajak untuk tidak hanya mendengar, tetapi juga merefleksikan langsung bagaimana konsep-konsep ini bisa diterapkan di sekolah masing-masing.
Menurut Ilona, 8 dimensi profil lulusan bukanlah sebuah hal yang baru tetapi pengembangan dari profil lulusan yang sebelumnya menjadi arah tujuan pendidikan di Indonesia. “Dengan 8 dimensi profil lulusan, murid tidak diarahkan untuk mendapat nilai tinggi saat ujian saja, tetapi mereka disiapkan untuk memiliki kompetensi yang utuh dan siap hidup di dunia nyata,” tegasnya.
Ruth Andriani, Founder KGSB, menambahkan bahwa kolaborasi guru menjadi kunci penting dalam keberhasilan penerapan konsep ini. “KGSB lahir dari semangat para guru yang ingin saling menguatkan. Melalui diskusi dan berbagi praktik baik, kami percaya 8 dimensi ini bisa benar-benar hidup dalam keseharian sekolah. Guru tidak boleh merasa sendirian dalam perubahan besar ini,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa transformasi pendidikan tidak bisa ditunda. Melalui kegiatan ini, KGSB berharap sekolah lebih percaya diri dalam mengambil langkah konkret. Mulai dari merancang proyek sederhana berbasis dimensi hingga membangun peta jalan integrasi 8 DPL dalam rencana tahunan sekolah.
Miskonsepsi Metode Pembelajaran Berbasis Proyek
Saat ini masih banyak guru yang salah memahami project based learning. Pembelajaran berbasis proyek tidak hanya sekadar melakukan sebuah proyek, namun proyek tersebut harus memiliki dampak pada kehidupan siswa sehari-hari.
Proses project based learning diawali dengan proses siswa mengajukan pertanyaan tentang suatu masalah yang diamati. Selanjutnya siswa diberikan kesempatan untuk bertukar pikiran dan mendiskusikan ide-ide mereka untuk memecahkan masalah. Setelah itu siswa dapat merancang prototype solusi dimana mereka dapat berkreasi menemukan pilihan-pilihan solusi yang dapat dilakukan untuk merespon masalah yang mereka temukan sebelumnya. Terakhir dilakukan pengujian yang memungkinkan siswa mengetahui seberapa baik produk atau layanan mereka bekerja dalam lingkungan nyata.
“Perubahan dalam pendidikan adalah hal yang pasti. Namun, guru tetap menjadi kunci dalam menyelenggarakan kurikulum apapun. Setiap guru perlu menyadari perannya sebagai penggerak budaya belajar, agar tujuan utama pendidikan yaitu peningkatan kompetensi murid, benar-benar tercapai,” pungkas Illona.