Do & Don’t dalam Personal Branding Guru

Menjadi Sosok yang ‘Digugu dan Ditiru’ di Era Digital

Dalam budaya Indonesia, guru memiliki posisi istimewa: “digugu dan ditiru“, diikuti ucapannya dan dicontoh perilakunya. Artinya, guru bukan hanya penyampai ilmu, tetapi juga teladan perilaku. Di era digital dan keterbukaan informasi saat ini, identitas seorang guru tak hanya terlihat di ruang kelas, tapi juga di media sosial dan ruang publik lainnya. Di sinilah pentingnya personal branding.

Personal branding bukan soal pencitraan semu. Ini adalah seni memperkuat identitas diri yang autentik, membangun kepercayaan, dan menunjukkan konsistensi dalam kata, sikap, serta karya. Namun, guru juga harus tahu batasnya. Berikut Do & Don’t dalam membangun personal branding yang sehat dan berdampak positif bagi profesi pendidik.

DO: Yang Harus Dilakukan

1. Tampilkan Nilai dan Prinsip Anda

Guru dikenal bukan karena jumlah followers, tapi karena nilai yang dibawa. Jika Anda percaya bahwa pendidikan harus inklusif, tunjukkan lewat tindakan, cerita, dan konten Anda. Orang menghargai konsistensi antara kata dan sikap.

2. Berbagi Praktik Baik

Jadikan pengalaman mengajar, cerita murid, dan inovasi pembelajaran sebagai bahan konten. Berbagi bukan berarti pamer — tapi menginspirasi guru lain dan memberi gambaran positif tentang dedikasi Anda.

3. Gunakan Bahasa yang Edukatif

Baik dalam percakapan langsung maupun unggahan di media sosial, jaga bahasa agar tetap membangun, menghargai, dan bernada mendidik. Ini memperkuat citra guru sebagai pembawa pesan kebaikan.

4. Aktif di Komunitas Positif

Bergabung dalam komunitas guru seperti KGSB menunjukkan bahwa Anda adalah pembelajar yang terbuka dan terus bertumbuh. Kolaborasi memperkuat jejaring dan memperkaya personal branding Anda.

5. Dokumentasikan Karya dan Prestasi

Tak harus selalu besar. Tunjukkan hal-hal kecil namun berdampak: tulisan Anda dimuat di media, buku yang Anda tulis, atau perubahan sederhana di kelas yang menginspirasi.

DON’T: Yang Harus Dihindari

1. Mengunggah Konten Kontroversial yang Tidak Mendidik

Sebagai guru, sikap kita diamati. Hindari membagikan hoaks, ujaran kebencian, atau komentar politis ekstrem yang bisa merusak reputasi profesional.

2. Mencampur Aduk Peran secara Berlebihan

Anda boleh punya sisi personal, tapi tetap pisahkan akun pribadi dan akun profesional jika perlu. Hindari konten yang terlalu vulgar, konsumtif, atau tidak pantas untuk dilihat siswa dan orang tua.

3. Berlomba Mencari Pengakuan

Personal branding bukan lomba popularitas. Jika terlalu fokus pada jumlah like, views, atau pencapaian pribadi, Anda bisa kehilangan esensi sebagai pendidik. Fokuslah pada dampak, bukan tepuk tangan.

4. Plagiat dan Klaim Karya Orang Lain

Mengutip dan berbagi sah-sah saja, tapi jangan pernah mengklaim karya orang lain. Personal branding dibangun dari keaslian, bukan tiruan.

5. Tertutup terhadap Umpan Balik

Guru yang baik adalah pembelajar seumur hidup. Jangan alergi terhadap kritik atau masukan. Justru respons positif terhadap kritik menunjukkan kematangan dan profesionalisme.

Personal branding bagi guru adalah tentang keaslian, nilai, dan dampak. Saat guru mampu mencerminkan integritas, semangat belajar, dan kasih dalam mendidik — itulah citra terbaik yang bisa dibangun. Di dunia nyata maupun dunia maya, mari jaga martabat profesi dengan menjadi teladan yang benar-benar digugu dan ditiru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Recent Posts

Category

© 2023 Copyrights  kgsb.org