Program Roots yang digagas Kemendikbud Ristek RI bersama dengan UNICEF Indonesia untuk mengatasi bullying di sekolah terbukti efektif mengurangi tingkat perundungan hingga 30%. Seperti apa praktiknya? Jakarta, 15 April 2023 – Bullying atau perundungan masih menjadi salah satu masalah serius di Indonesia, terutama di lingkungan sekolah. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terdapat lebih dari 226 kasus kekerasan fisik dan psikis, termasuk perundungan, hingga saat ini. Selain itu, antara 2016-2020, sebanyak 665 anak terlibat kasus hukum sebagai pelaku kekerasan, dengan rincian 506 melakukan kekerasan fisik dan 149 melakukan kekerasan psikis. Laporan Programme for International Students Assessment (PISA) 2018 mengungkapkan bahwa 41,1% siswa di Indonesia mengaku pernah menjadi korban bullying. Pada tahun yang sama, Indonesia menempati peringkat kelima dari 78 negara dengan kasus bullying tertinggi di sekolah. Sementara itu, survei oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menunjukkan bahwa 2 dari 3 remaja pernah mengalami kekerasan, dengan 3 dari 4 kasus terjadi antar teman sebaya. Dampak bullying dapat bersifat jangka panjang, mulai dari stres, depresi, hingga trauma. Selain itu, korban bullying juga dapat mengalami gangguan kesehatan dan penurunan performa akademis. Menyikapi persoalan ini, peran tenaga pendidik menjadi krusial dalam memberikan konseling yang tepat bagi korban untuk memitigasi dampaknya. Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) menggelar webinar bertajuk Teknik Konseling kepada Korban Bullying di Sekolah pada Sabtu, 15 April 2023. Kegiatan ini diikuti oleh ratusan tenaga pendidik dari Indonesia dan Timor Leste, dengan menghadirkan tiga narasumber ahli. Masing-masing adalah Nanda Rossalia, M.Psi., Psikolog yang merupakan Sekretaris Program Studi S1 Fakultas Psikologi UNIKA Atma Jaya. Lalu Ana Susanti, M.Pd., CEP., CHt. Founder Rumah Guru BK sekaligus Widyaiswara Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Jawa Barat, Kemendikbud Ristek RI. Serta Manggar Istanti, S.Pd., M.Pd., Guru BK SMPN 2 Jayapura dan anggota KGSB. Peran Sekolah sebagai Ruang Aman Ruth Andriani, Founder KGSB, menyatakan bahwa kasus bullying, terutama yang melibatkan kekerasan fisik, semakin mengkhawatirkan. Padahal, lingkungan sekolah seharusnya menjadi tempat belajar yang aman dan menyenangkan bagi semua siswa. “Peran tenaga pendidik sangat penting dalam membantu korban bullying melalui konseling yang tepat. Kami berharap upaya ini tidak hanya membantu mengatasi dampak bullying, tetapi juga mencegah dan memutus mata rantai perundungan di sekolah. Sekolah harus menjadi ruang aman bagi anak untuk belajar dan berkembang,” ujarnya. Sesuai data dari Comparitech di tahun 2018, 82,8% kasus bullying terjadi di sekolah, menjadikan sekolah menjadi lokasi paling banyak terdapat kasus bullying. Oleh karena itu, Ana Susanti menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak untuk menangani bullying di sekolah. Ana memaparkan bahwa program Roots yang dikembangkan oleh Kemendikbud Ristek RI dan UNICEF sejak 2017 telah terbukti efektif mengurangi bullying hingga 30% di wilayah penerapan awal seperti Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Papua Barat. Program tersebut melibatkan teman sebaya untuk membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman. Sementara itu, Nanda Rossalia memaparkan teknik konseling ABC irrational belief untuk membantu korban, saksi, maupun pelaku bullying. “Teknik ini mengenali pikiran negatif atau irrational belief dan mengubahnya menjadi rational belief, sehingga individu dapat menghadapi kejadian negatif dengan cara yang lebih konstruktif,” jelasnya. “Untuk membantu korban bullying, seorang konselor harus memberikan konseling yang tepat dengan mengenali pikiran negatif apa yang dimiliki oleh korban, sehingga dampak buruk dari bullying dapat dihindari,” tegas Nanda. Dengan memberikan konseling yang tepat dan melibatkan semua pihak terkait, diharapkan kasus bullying di sekolah dapat diminimalkan, menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih aman dan mendukung bagi siswa.
Konseling Psikososial untuk Kurangi Angka Putus Sekolah
KGSB mendorong guru untuk aktif mendampingi siswa dan mencegah putus sekolah melalui pendekatan psikososial. Kolaborasi sekolah, keluarga, dan pemerintah diharapkan mampu menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung dan menekan angka putus sekolah. Jakarta, 24 Juni 2023 – Fenomena putus sekolah di Indonesia terus meningkat, sebagaimana dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS). Pada tahun 2022, angka putus sekolah di tingkat SD, SMP, dan SMA mengalami kenaikan, dengan faktor utama berupa masalah ekonomi, motivasi belajar rendah, serta konflik keluarga. Pada tahun 2022, angka putus sekolah di jenjang SD mencapai 0,13%, meningkat 0,01% dari tahun 2021. Di jenjang SMP, angka tersebut mencapai 1,06%, naik 0,16% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara di jenjang SMA, angka putus sekolah mencapai 1,38%, meningkat 0,26% dari tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, data ini mengindikasikan bahwa terdapat 13 anak dari setiap 1.000 penduduk yang putus sekolah di jenjang SMA. Menanggapi kondisi yang memprihatinkan tersebut, Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) menggelar webinar bertema “Mencegah dan Menangani Remaja Putus Sekolah Melalui Konseling Psikososial,” melibatkan para ahli di bidang pendidikan dan konseling. Webinar menghadirkan Ana Susanti, M.Pd., CEP, CHt., Founder Rumah Guru BK, serta Yuliezar Perwira Dara, S.Psi., M.Psi., Psikolog, Dosen Universitas Brawijaya. Mereka membahas langkah prevensi dan intervensi untuk mengurangi angka putus sekolah. Perlu Prevensi, Intervensi dan Kolaborasi Founder KGSB, Ruth Andriani, menegaskan bahwa masalah putus sekolah memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak, terutama guru sebagai garda terdepan. “Sebanyak 81% guru anggota KGSB melaporkan memiliki siswa yang putus sekolah. Penyebab utamanya meliputi pengaruh lingkungan yang buruk, kurangnya motivasi belajar, dan kondisi keluarga yang tidak harmonis. Kami berharap kegiatan ini dapat menjadi solusi sekaligus mendorong para guru untuk bertindak nyata dalam mencegah siswa putus sekolah,” ungkap Ruth. Sementara itu, berdasarkan Survei Ekonomi Nasional (Susenas) 2021 oleh BPS, sebanyak 76% keluarga mengakui alasan putus sekolah anaknya adalah faktor ekonomi. Dari angka tersebut, 67% disebabkan ketidakmampuan membayar biaya sekolah, sementara 8,7% lainnya karena anak harus bekerja untuk membantu keluarga. Dosen Departemen Psikologi Universitas Brawijaya, Yuliezar Perwira Dara, S.Psi., M.Psi., Psikolog, menjelaskan bahwa penyebab putus sekolah tidak hanya berasal dari faktor ekonomi, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain. Di antaranya pernikahan dini, bullying, kurangnya motivasi, rendahnya kesadaran siswa dan orang tua terhadap pentingnya pendidikan, hingga keragaman atau heterogenitas siswa yang memicu perilaku maladaptif. Untuk menangani masalah tersebut, diperlukan dua jenis pendekatan yakni prevensi untuk mencegah masalah sebelum terjadi dan intervensi untuk mengatasinya jika sudah terjadi. Prevensi dapat dilakukan melalui empat langkah utama. Pertama, melakukan identifikasi dini terhadap siswa yang berisiko putus sekolah dengan melihat sikap, perilaku, dan kedisiplinan di sekolah. Kedua, memberikan pendampingan intensif oleh guru atau lingkungan siswa. Ketiga, melaksanakan psikoedukasi berupa pembekalan kepada siswa agar terhindar dari faktor-faktor penyebab putus sekolah. Keempat, memberikan pelatihan atau keterampilan hidup sesuai dengan minat siswa. Intervensi, di sisi lain, dapat dilakukan melalui konseling baik secara individu maupun kelompok. Konseling ini melibatkan siswa, keluarga, teman sebaya, dan pihak sekolah. Pendekatan ini bertujuan untuk menekan angka putus sekolah sekaligus meningkatkan kesejahteraan psikologis serta kualitas siswa. Yuliezar juga menekankan pentingnya pendekatan psikososial dalam pencegahan dan penanganan putus sekolah. Guru dapat menggali faktor internal siswa, seperti identifikasi masalah, peningkatan harga diri, GRIT (passion dan kegigihan), resiliensi, efikasi diri, gambaran masa depan, hingga pilihan karier. Sementara itu, pada faktor eksternal, perhatian dapat diarahkan pada dukungan sosial dari lingkungan, peran sekolah dalam menciptakan suasana yang nyaman, bantuan sosial ekonomi, kunjungan rumah (home visit), serta pengembangan keterampilan sosial seperti komunikasi asertif. “Konselor atau guru yang baik harus mampu membangun hubungan positif dengan siswa, menerapkan konseling yang berfokus pada siswa, memiliki empati, memberikan perhatian positif tanpa pamrih, serta bersikap tulus dan terbuka,” ujar Yuliezar. Founder Rumah Guru BK, Ana Susanti, M.Pd. CEP, CHt., menegaskan bahwa guru Bimbingan Konseling (BK) memiliki peran penting dalam mengenali siswa yang berpotensi putus sekolah. “Guru BK dapat melakukan asesmen dengan mengumpulkan data terkait bakat dan minat siswa. Data ini mencakup kehadiran, perilaku di sekolah, serta perkembangan akademik siswa. Hal terpenting adalah guru harus mampu meyakinkan siswa tentang dampak yang mungkin terjadi jika mereka memutuskan untuk berhenti sekolah,” ujar Ana. Inspirasi dari Inovasi LokalUntuk menangani fenomena kasus putus sekolah, kita bisa melihat program Siswa Asuh Sebaya (SAS) dan Gerakan Daerah Angkat Anak Muda Putus Sekolah (Garda Ampuh) yang diterapkan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Program-program tersebut berhasil membantu ribuan siswa kembali bersekolah sehingga meraih penghargaan nasional. Bagaimana penjabaran programnya, ikuti informasi kami selanjutnya.
Pengajaran Inklusi untuk Siswa ABK
KGSB Dorong Tenaga Pendidik Menemukenali dan Terapkan Pengajaran Inklusi yang Tepat Bagi Siswa ABK Jakarta, 5 Maret 2023. Berdasarkan data Kemenko PMK yang dirilis pada Juni 2022, jumlah anak penyandang disabilitas usia 5-19 tahun di Indonesia mencapai 3,3% dari total penduduk kelompok usia tersebut, yakni sekitar 2,2 juta jiwa. Namun, data Kemendikbud Ristek per Agustus 2021 menunjukkan hanya 12,26% dari mereka yang menempuh pendidikan formal melalui Sekolah Luar Biasa (SLB) atau sekolah inklusif. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan dalam akses pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). Untuk menjawab tantangan tersebut, Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) bersama Rumah Guru BK (RGBK) menyelenggarakan webinar bertema “Konseling Bagi Keluarga dan Anak Berkebutuhan Khusus” pada 4 Maret 2023. Webinar ini menghadirkan narasumber Unita Werdi Rahajeng, S.Psi., M.Psi., psikolog dari Universitas Brawijaya, dan Ana Susanti, M.Pd., CEP, CHt, Founder RGBK sekaligus Widyaiswara Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Jawa Barat. Pemahaman dan Praktik Inklusi Webinar diikuti oleh ratusan tenaga pendidik dari PAUD hingga perguruan tinggi, serta orang tua siswa ABK dari Indonesia dan Timor Leste. Salah satu bahasan utama adalah bagaimana menemukenali siswa ABK dan mengimplementasikan metode pengajaran inklusif yang efektif. Ruth Andriani, Founder KGSB, menegaskan pentingnya kolaborasi antara sekolah dan orang tua dalam mendukung pendidikan ABK. “Kami berharap webinar ini bisa menginspirasi pendidik dan orang tua agar mampu menerapkan pengajaran inklusi dengan metode yang tepat. Layanan bimbingan konseling bertujuan agar ABK dapat berkembang sesuai kemampuan dan potensinya,” ujarnya. Founder Rumah Guru BK, Ana Susanti, M.Pd., CEP, CHt., menjelaskan bahwa pendidikan inklusif merupakan paradigma baru yang mengharuskan sistem sekolah menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan belajar peserta didik. Namun, salah satu tantangan utama bagi sekolah reguler yang mulai menyelenggarakan pendidikan inklusif adalah kesulitan dalam mengidentifikasi atau menemukenali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di lingkungan mereka. Menemukenali ABK adalah langkah awal yang penting untuk memahami kondisi seorang anak, termasuk kelainan atau penyimpangan dalam aspek fisik, intelektual, sosial, emosional, atau sensoris neurologis. Proses ini dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut dengan anak-anak seusianya. Langkah awal menemukenali dapat dilakukan dengan mengamati perbedaan sederhana, seperti anak balita yang tidak melalui fase merangkak, kontrol emosi yang buruk dengan sering tantrum, atau hambatan dalam mengenali huruf, benda, dan angka. Setelah proses awal ini, langkah berikutnya adalah melakukan asesmen lebih mendalam oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog, atau terapis. Salah satu jenis asesmen yang penting adalah asesmen untuk menggali potensi unik dari setiap ABK. “Dari hasil menemukenali ABK, kita dapat mengumpulkan data untuk menghimpun informasi penting. Data ini sangat dibutuhkan untuk mengenali potensi masing-masing ABK, sehingga metode pengajaran yang tepat dapat dirancang,” ujar Ana. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara guru dan orang tua dalam proses ini. “Saya berharap kita semua, terutama para orang tua, dapat menjadi pihak yang berdaya dalam mendukung anak-anak kita tanpa merasa malu akan kondisi mereka. Karena sejatinya, setiap anak itu istimewa dan memiliki kelebihan yang unik,” tambahnya. Tantangan dan Harapan untuk Pendidikan Inklusi Dosen Departemen Psikologi Universitas Brawijaya, Unita Werdi Rahajeng, S.Psi., M.Psi., Psikolog, menjelaskan bahwa kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat terpenuhi jika didukung dengan aksesibilitas dan akomodasi yang memadai. Aksesibilitas diperlukan untuk memastikan bahwa ABK mendapatkan kesempatan dan dukungan yang setara dengan warga negara lainnya, seperti penerapan Universal Design for Learning (UDL). Sementara itu, akomodasi penting untuk memberikan kesempatan yang setara meskipun metode yang digunakan berbeda. Contohnya adalah penyediaan penjelasan dalam bahasa isyarat untuk siswa Tuli agar mereka dapat memahami materi yang disampaikan di sekolah. “Peran sekolah sangat penting sebagai mitra keluarga dalam mendukung pengasuhan ABK. Sekolah juga dapat mengadvokasi hak-hak ABK serta memberdayakan mereka dan keluarganya,” ujar Unita. Ia menekankan pentingnya kolaborasi dari semua pihak untuk bersama-sama memberikan layanan pendidikan yang setara bagi ABK. Unita juga mendorong guru agar menjadi pelopor dalam inisiatif ini. “Kiranya guru dapat menginisiasi pembentukan Unit Layanan Disabilitas di masing-masing sekolah. Hal ini akan menjadi langkah awal yang konkret untuk mendukung kebutuhan ABK,” tambahnya saat menyampaikan paparannya dalam webinar “Konseling Bagi Keluarga dan ABK.” Peserta webinar, Aulianti, Guru BK dari SMAN 76 Jakarta, menyampaikan apresiasi atas program ini. “Saya bersyukur dapat mengikuti kegiatan yang sangat bermanfaat dalam memahami anak-anak spesial. Sebagai Guru BK, saya akan mengembangkan program layanan khusus untuk menggali potensi ABK bersama orang tua,” ujarnya. Melalui webinar ini, KGSB dan RGBK berharap dapat meningkatkan pemahaman tenaga pendidik dan orang tua, sekaligus mendorong terciptanya pendidikan inklusi yang lebih baik di Indonesia. *** .
Guru KGSB Susun Buku Pencegahan Cyberbullying
KGSB Bersama APJII Dorong Guru Menulis Karya Buku Antologi Best Practice Pencegahan dan Penanganan Cyberbullying di Lingkungan Sekolah Jakarta, 28 Januari 2023. Dengan semakin tingginya penetrasi internet di kalangan pelajar Indonesia, kasus perundungan di dunia maya atau cyberbullying menjadi perhatian serius. Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) periode 2021-2022, kelompok usia 13-18 tahun memiliki tingkat penetrasi internet tertinggi di Indonesia, mencapai 98,64%. Sayangnya, penggunaan internet ini juga memicu peningkatan kasus cyberbullying. Penelitian yang dilakukan Center for Digital Society (CfDS) pada Agustus 2021 menunjukkan dari 3.077 siswa SMP dan SMA yang disurvei di 34 provinsi, sebanyak 45,35% siswa pernah menjadi korban cyberbullying, sementara 38,41% lainnya mengaku pernah menjadi pelaku. Platform yang sering digunakan untuk cyberbullying di antaranya adalah WhatsApp, Instagram, dan Facebook. Menyikapi kondisi tersebut, Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) bekerja sama dengan APJII menggagas penerbitan buku antologi bertema “Best Practice Pencegahan dan Penanganan Cyberbullying di Lingkungan Sekolah”. Buku itu ditulis oleh 40 guru dan dosen dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari PAUD hingga universitas, baik dari sekolah negeri maupun swasta. Selain itu, juga dilibatkan perwakilan universitas dari Timor Leste. Sejak pelatihan pertama pada bulan Desember 2022, buku antologi tersebut ditargetkan terbit pada Februari 2023 dengan rencana distribusi ke 150 sekolah di Indonesia serta Timor Leste. “Kami berharap pengalaman para guru dalam buku ini dapat menginspirasi pembaca, khususnya di bidang pendidikan, untuk aktif mencegah tindakan cyberbullying pada pelajar,” ujar Ruth Andriani, Founder KGSB. Pelatihan Intensif Bagi Penulis Buku Untuk menyusun buku antologi tersebut, KGSB dan APJII, didukung oleh Rumah Guru BK (RGBK) dan WIN Media (Wong Nulis Indonesia), menyelenggarakan pelatihan secara daring melalui platform Zoom. Sebagai narasumber, dihadirkan Danang Wijayanto (Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga APJII) dan Ririn Astutiningrum (Founder WIN Media). Sebelum mengikuti pelatihan, peserta menjalani seleksi ketat dan diwajibkan mengikuti pelatihan awal bersama penulis senior Titik Kartitiani pada 17 Desember 2022 dan 7 Januari 2023. Pelatihan awal ituni mencakup pembuatan outline hingga penulisan esai populer, dengan pendampingan intensif selama lebih dari satu bulan. Peserta yang lolos seleksi kemudian mengikuti pelatihan lanjutan untuk menyelesaikan naskah buku antologi. “Penulisan buku antologi ini merupakan salah satu upaya kami untuk mensosialisasikan penggunaan internet yang bijak kepada masyarakat,” kata Danang Wijayanto dalam sambutannya. “Kami berharap buku ini dapat membantu guru dan pengajar dalam mengatasi kasus cyberbullying,” tambahnya. Ririn Astutiningrum mengungkapkan apresiasinya terhadap semangat peserta. “Kami sangat senang melihat antusiasme peserta pelatihan ini. Kami berharap karya tulis mereka dapat memberikan manfaat luas bagi masyarakat. Masalah cyberbullying membutuhkan keterlibatan aktif seluruh pemangku kepentingan, bukan hanya tugas guru semata,” tuturnya. Melalui inisiatif tersebut, KGSB bersama APJII berharap dapat mendorong kesadaran akan pentingnya pencegahan dan penanganan cyberbullying, sekaligus menginspirasi tenaga pendidik untuk berbagi praktik terbaik dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan sehat di era digital.
KGSB Tingkatkan Kemampuan Literasi Menulis Guru
Untuk mengajarkan kemampuan literasi dasar sesuai Kurikulum Merdeka, para guru juga perlu menguasai literasi, termasuk keterampilan menulis. Jakarta, 26 November 2022. Dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional yang jatuh pada 25 November 2022, Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) bekerja sama dengan Rumah Guru BK (RGBK) menggelar rangkaian pelatihan menulis untuk anggota KGSB. Pelatihan yang dilakukan secara daring dari 26 November hingga 10 Desember 2022 ini berangkat dari kebutuhan untuk meningkatkan literasi dasar, sebagaimana tertuang dalam Kurikulum Merdeka. Kurikulum Merdeka menetapkan enam literasi dasar yang harus dikuasai siswa: Literasi Baca Tulis, Numerasi, Sains, Digital, Finansial, serta Budaya dan Kewargaan. Untuk mengajarkan kemampuan tersebut, para guru juga perlu menguasai literasi, termasuk keterampilan menulis. Dalam berkomunikasi dengan siswa, guru memanfaatkan dua keterampilan utama yakni berbicara dan menulis. Keterampilan menulis tidak hanya mencakup penyusunan materi di papan tulis atau jurnal, tetapi juga pembuatan bahan ajar yang kreatif dan inspiratif. Namun, masih banyak guru yang menganggap keterampilan menulis sebagai sesuatu yang sederhana. Berdasarkan survei internal KGSB, sebanyak 96,8% anggota berminat meningkatkan keterampilan menulis melalui pelatihan intensif. Sebanyak 70% dari mereka memilih tulisan nonfiksi sebagai fokus pelatihan, dan 73,3% menginginkan pelatihan yang mendukung pekerjaan sebagai guru. Meningkatkan Kualitas Guru melalui Menulis Menjawab kebutuhan tersebut, KGSB meluncurkan Kelas Penulisan Batch 1, yang dimulai dengan pendaftaran dan pengiriman opini bertema “Merdeka Belajar”. Pelatihan ini terdiri atas: Struktur pelatihan mencakup asesmen awal, pembekalan materi, praktik mandiri, pendampingan, serta evaluasi. Total waktu pelatihan setara dengan 44 Jam Pelajaran (JP). Founder KGSB, Ruth Andriani, menjelaskan bahwa pelatihan tersebut bertujuan menghasilkan karya terbaru dari anggota KGSB. “Kumpulan tulisan tersebut akan diterbitkan dalam buku antologi kisah inspiratif, yang memuat praktik baik anggota dalam menerapkan inovasi dan kreativitas Merdeka Belajar,” ujar Ruth seraya menyampaikan harapan agar buku tersebut bisa menginspirasi guru lainnya untuk berinovasi. Sementara itu, Ana Susanti, Widyaiswara Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Jawa Barat sekaligus Founder Rumah Guru BK, menyatakan pentingnya keterampilan menulis bagi guru. “Guru harus menyusun kata demi kata dengan baik agar tulisannya bermakna. Menulis juga mendorong guru untuk rajin membaca, yang akan meningkatkan kualitas sebagai pengajar,” ungkap Ana. Kelas tersebut menghadirkan Titik Kartitiani, jurnalis senior dan penulis berpengalaman selama 20 tahun, sebagai fasilitator. Titik menekankan pentingnya membaca untuk memperkaya referensi dalam menulis. “Semakin banyak bacaan yang kita serap, semakin kaya diksi kita, yang akan memudahkan proses menulis dan memunculkan ide kreatif,” jelasnya. Salah satu peserta, Finalia Meiriana, Guru Bahasa Inggris di SMKN 2 Bangkalan, menyatakan kepuasannya mengikuti pelatihan. “Walaupun baru tahap awal, kami sudah diminta membuat tulisan spontan dalam waktu terbatas. Ini mendorong kami untuk berlatih serius. Materi yang disampaikan fasilitator sangat menarik karena teori langsung diterapkan dalam praktik,” kata Finalia. Dengan pelatihan tersebut, KGSB berharap dapat meningkatkan keterampilan menulis para guru sebagai bagian dari upaya menciptakan pendidik yang lebih kreatif, inspiratif, dan siap menghadapi tantangan Kurikulum Merdeka.
Personal Branding untuk Guru
Langkah Strategis sebagai Agen Perubahan Jakarta, 29 Oktober 2022 – Sebagai pendidik sekaligus agen perubahan di masyarakat, guru memiliki peran yang penting dalam membangun citra positif di mata publik, khususnya di kalangan peserta didik. Personal branding menjadi langkah strategis bagi tenaga pendidik untuk menciptakan reputasi yang kuat dan berkesan. Dalam rangka mendukung hal ini, Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) menyelenggarakan webinar bertajuk “Membangun Personal Branding untuk Tenaga Pendidik” pada Sabtu, 29 Oktober 2022. Webinar tersebut diikuti oleh ratusan guru dari tingkat PAUD hingga perguruan tinggi di Indonesia dan Timor Leste. Acara tersebut menghadirkan dua narasumber inspiratif, yaitu Nina Septiana Nugroho, seorang Fashion Designer, CEO PT Nina Nugroho Internasional, sekaligus Inisiator Gerakan #AkuBerdaya, serta Ana Susanti, M.Pd. CEP, CHt, Founder Rumah Guru BK dan Widyaiswara Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Jawa Barat Kemendikbud Ristek RI. Mengapa Personal Branding Penting bagi Guru? Marietta Gentles Crawford, seorang penulis dan Personal Brand Strategist asal Amerika Serikat, menekankan bahwa personal branding untuk guru bukan hanya tentang promosi diri, melainkan juga layanan yang diberikan kepada masyarakat. Guru adalah fasilitator utama dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, citra yang baik akan memperkuat hubungan mereka dengan siswa sekaligus meningkatkan efektivitas pembelajaran. Ruth Andriani, Founder KGSB, menambahkan bahwa personal branding adalah bagian dari perjalanan pembelajaran sepanjang hayat bagi seorang guru. Guru perlu melakukan penilaian diri (self-assessment) untuk mengenali kelebihan dan kekurangan sebelum membangun personal branding. “Cara bersikap dan kemampuan komunikasi menjadi hal yang penting. Melalui komunikasi yang baik, terbentuk lingkungan belajar yang nyaman dan hubungan yang erat dengan peserta didik sehingga menciptakan pembelajaran yang menyenangkan,” ujar Ruth. Proses dan Manfaat Personal Branding Dalam sesi webinar, Nina Septiana Nugroho menjelaskan bahwa personal branding adalah proses menuju keberdayaan diri. Menurutnya, keberdayaan dapat dicapai jika seseorang mampu mengenali kekuatan dirinya, membangun kepercayaan, dan konsisten dalam bersikap. “Dimulai dengan mengenali siapa diri kita, memahami kelebihan dan kekuatan, serta fokus mengembangkan keterampilan. Kemudian, kita perlu membangun kepercayaan orang lain melalui kepribadian yang autentik dan konsistensi dalam tindakan,” tutur Nina. Ia juga menyoroti pentingnya memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk memperkuat personal branding. Guru yang bijak menggunakan platform digital dapat memperluas pengaruh dan membangun hubungan positif dengan berbagai pihak. Sementara itu, Ana Susanti memaparkan sejumlah manfaat personal branding bagi guru, antara lain: “Prestasi seorang guru tidak hanya diukur dari pencapaian pribadi, tetapi juga dari keberhasilan siswa dalam mengadopsi dan memahami pelajaran, baik secara akademik maupun non-akademik,” jelas Ana. Teladan Guru sebagai Role Model Personal branding tidak hanya membantu guru menciptakan citra positif, tetapi juga memberikan dampak nyata dalam proses pembelajaran. Guru yang menjadi role model mampu menginspirasi siswa untuk mengikuti nilai-nilai baik yang diajarkan. Melalui webinar ini, KGSB kembali menegaskan komitmennya untuk mendukung pengembangan kompetensi guru. Proses membangun personal branding bagi guru adalah investasi jangka panjang yang akan membawa manfaat besar bagi dunia pendidikan, baik dalam menciptakan lingkungan belajar yang positif maupun mencetak generasi penerus yang unggul. Melalui langkah membangun personal branding, guru dapat menciptakan pengaruh positif yang mendalam, tidak hanya untuk siswa tetapi juga untuk masyarakat luas. Webinar ini menjadi pengingat pentingnya peran guru sebagai agen perubahan yang senantiasa belajar dan berkembang.
Alteraksi, Tingkatkan Literasi Melalui Media Film
Alteraksi adalah program yang memanfaatkan film dan fasilitasi untuk membahas serta mengalami isu keragaman, keadilan, dan inklusi sosial. Jakarta, 18 September 2022. Dalam rangka memperingati Hari Literasi Internasional yang jatuh pada 8 September, Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) bekerja sama dengan BesiBerani menggelar kegiatan “Alteraksi Pesantren”. Acara tersebut juga menjadi momen peluncuran Klub Literasi KGSB, sebuah inisiatif yang dipimpin oleh Ninik Febriani, S.Pd Kons C.Ht, Guru BK SMPN 40 Jakarta. Pada 2022, Hari Literasi Internasional mengambil tema, “Transforming Literacy Learning Spaces” atau “Transformasi Ruang Belajar Literasi”. Tema ini menggarisbawahi pentingnya menciptakan ruang belajar yang mendukung ketahanan pendidikan serta menjamin pendidikan yang berkualitas, inklusif, dan adil untuk semua. Dalam konteks Indonesia, stagnansi literasi menjadi isu krusial yang berkaitan erat dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut target Sustainable Development Goals (SDGs) poin 4.6, pada tahun 2030 diharapkan semua remaja dan sebagian kelompok dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki kemampuan literasi dan numerasi. Upaya ini menjadi relevan dalam meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pendidikan. Film sebagai Media Pembelajaran Literasi Alteraksi merupakan sebuah program yang menggunakan film dan metode fasilitasi sebagai alat bantu untuk membicarakan sekaligus mengalami beragam opini, pandangan, perasaan, dan pemikiran mengenai persoalan keragaman, keadilan, dan inklusi sosial dalam hidup sehari-hari. Kegiatan Alteraksi Pesantren menggunakan film dokumenter “Pesantren” karya Shalahuddin Siregar sebagai materi utama. Film ini mengajak penonton menyelami kehidupan para penghuni Pondok Kebon Jambu Al-Islamy, salah satu pondok pesantren terbesar di Kabupaten Cirebon. Menariknya, institusi pendidikan tradisional yang memiliki 2000an santri ini dipimpin oleh seorang ulama perempuan. Santri di Pondok Kebun Jambu dididik untuk menghargai dan mengasihi semua ciptaan Allah tanpa terkecuali. Film Pesantren telah diputar perdana di Ajang International Documentary Film Festival Amsterdam (IDFA) pada akhir 2019. Ruth Andriani, founder KGSB, menyatakan bahwa pemilihan film Pesantren sejalan dengan misi KGSB dalam menangani tiga dosa besar pendidikan di Indonesia: intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan. “Melalui Alteraksi Pesantren ini, kami berharap para guru mendapatkan pengalaman baru dalam menggunakan film sebagai media pembelajaran serta pandangan mengenai keberagaman dan toleransi,” ujar Ruth. Metode Alteraksi: Tukar Pandang dan Lontar Suara Setelah pemutaran film berdurasi 96 menit, peserta mengikuti fasilitasi kreasi yang dirancang oleh BesiBerani, yaitu metode Tukar Pandang dan Lontar Suara. BesiBerani adalah sebuah inisiatif interferensi sosial melalui medium film yang telah merancang dan melaksanakan program Alteraksi sejak 2018. Alur fasilitasi dalam “Tukar Pandang” secara umum terdiri dari lima tahap proses yaitu saling mengenal karakter peserta (character), mengeluarkan pendapat (voice), saling berbagi nilai (exchange), memberikan tanggapan (response) dan membuat tindak lanjut nyata dalam keseharian peserta (possibility). Para penggagas Alteraksi Suryani Liauw dan Rival Ahmad, memaparkan bahwa penggabungan film Pesantren dan metode fasilitasi dalam kerangka program Alteraksi Pesantren adalah sebuah pasangan yang tepat dan efektif dalam memperkuat efek riak (ripple efect) dari dampak yang disasar. Dalam setiap kegiatan Alteraksi, eksplorasi paling besar dan cerita yang paling berharga sesungguhnya datang dari para peserta (penonton film). Dalam konteks kemasyarakatan, kesadaran (consciouness) dan makna bersama (shared meaning) merupakan faktor kunci yang menjadi perekat dan pengeras setiap hubungan sosial, baik yang menghargai keberagaman maupun sebaliknya. Febri Triwahyudi, Guru BK SMP Islam Nurul Hidayah Depok, mengapresiasi program tersebut. Ia menyebutkan bahwa metode Alteraksi memberikan pengalaman baru bagi para guru dalam menggunakan film sebagai media literasi. “Alteraksi bisa menjadi pembelajaran baru untuk diterapkan di sekolah. Tanpa disadari, film rupanya bisa menjadi pembelajaran secara umum melalui sharing pengalaman. Film yang memiliki media audio visual mampu membuat anak lebih tertarik untuk belajar dari tiap adegan, jalur cerita dan bisa dibedah sesuai pemahaman masing-masing anak,” tandas Febri. Ana Susanti, founder Rumah Guru BK, menambahkan bahwa metode ini sangat potensial diterapkan oleh guru dalam pembelajaran sehari-hari. “Metode ini merupakan perwujudan nyata dari ‘the art full of pedagogy’. Metode ini sangat mungkin diterapkan para guru dalam pengajaran sehari-hari untuk mengajak siswa mengungkapkan pendapat dan mempelajari hikmah dari film. Aktivitasnya menarik sehingga siswa tidak mudah bosan,” tuturnya.
“The Art of Pedagogy”, Inspirasi untuk Pembelajaran Kreatif
Konsep ini mendorong integrasi aspek bermain, eksplorasi, dan ekspresi dalam pembelajaran. Jakarta, 27 Agustus 2022. Era disrupsi teknologi telah membawa perubahan signifikan dalam dunia pendidikan. Anak-anak kini semakin dekat dengan teknologi internet dan media sosial, yang di satu sisi mendukung pembelajaran namun di sisi lain dapat membuat mereka lebih individualistis. Untuk menjawab tantangan ini, tenaga pendidik perlu mengadaptasi teknologi ke dalam metode pembelajaran, salah satunya melalui pendekatan kreatif yang dikenal sebagai “The Art of Pedagogy.” Berangkat dari kebutuhan tersebut, Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) bekerja sama dengan Rumah Guru BK (RGBK) menyelenggarakan Webinar Series “Layanan Bimbingan Konseling Kreatif bagi Siswa” pada Sabtu, 27 Agustus 2022. Webinar ini diadakan bertepatan dengan peringatan Hari Guru Sedunia, dan dimanfaatkan sebagai momen untuk mendorong tenaga pendidik mengembangkan pendekatan kreatif dalam pembelajaran. Webinar menghadirkan narasumber inspiratif seperti Guru BK SMP Darul Hikam Bandung sekaligus konten kreator Fikri Faturrahman, S.Pd, dan Founder Rumah Guru BK Ana Susanti, M.Pd., CEP, CHt. Kegiatan ini diikuti oleh ratusan tenaga pendidik mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi di Indonesia dan Timor Leste. Dalam acara tersebut, peserta diajak untuk memahami konsep “The Art of Pedagogy” dan bagaimana seni dapat menjadi sarana kreatif untuk membangun karakter siswa. Mengintegrasikan Seni dalam Metode Pembelajaran Pedagogy adalah ilmu atau seni mengajar yang mencakup berbagai pendekatan, metode, strategi, dan prinsip yang digunakan oleh pendidik untuk memfasilitasi proses pembelajaran. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani kuno “paidagogos,” yang berarti orang yang membimbing anak-anak. Dalam konteks pendidikan modern, pedagogi mencakup bagaimana seorang pendidik merancang, mengelola, dan mengevaluasi pembelajaran agar siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Pendekatan pedagogis dapat bervariasi tergantung pada kebutuhan siswa, subjek yang diajarkan, budaya, serta lingkungan belajar. Founder KGSB, Ruth Andriani, menyampaikan bahwa pendekatan kreatif melalui seni pedagogi dapat membantu siswa berpikir kritis, percaya diri, dan termotivasi untuk belajar. “Webinar ini diharapkan menginspirasi Sahabat Guru Hebat untuk memanfaatkan imajinasi, gambar, drama, musik, dan cerita dalam proses pembelajaran,” ujar Ruth. Sementara itu, Ana Susanti menjelaskan bahwa “The Art of Pedagogy” yang dikembangkan oleh Profesor Robyn Ewing dari The University of Sydney mendorong integrasi aspek bermain, eksplorasi, dan ekspresi dalam pembelajaran. Konsep layanan konseling ini melibatkan aspek aspek bermain, imajinasi, desain, ekspresimen, eksplorasi, provokasi, metafor, ekspresi & representasi serta komunikasi. Sementara sarana yang digunakan bisa mengambil bentuk seni tari, musik, melukis, hingga puisi yang berguna untuk membantu siswa mengembangkan kreativitas, keberanian, dan kemampuan refleksi. Indikator keberhasilan pendekatan ini meliputi kemampuan siswa dalam berimajinasi, berpikir kritis, disiplin, kegigihan, keberanian, kemampuan mengambil risiko serta merefleksikan diri. “The Art of Pedagogy adalah alat yang efektif untuk membuat layanan BK menjadi lebih menarik dan disukai. Dalam penerapannya, baik dan buruk karya yang dibuat siswa tidak terlalu penting. Pengalaman emosional yang dialami siswa jauh lebih utama untuk membuatnya tumbuh dan mengetahui apa yang diinginkan,” terang Ana. Strategi Praktis untuk Guru Fikri Faturrahman, narasumber lainnya, mengajak guru untuk mengadopsi “Feel, Imagine, Do, Share” sebagai panduan dalam menciptakan layanan bimbingan konseling kreatif. Guru perlu memahami kebutuhan siswa melalui observasi, serta mengadopsi tren kekinian yang relevan dengan siswa untuk membangun keterhubungan. Sebagai contoh, Fikri memperkenalkan gamifikasi interaktif “Misi Agen Penyelamat Keadilan,” sebuah alat kreatif untuk meningkatkan minat belajar siswa. “Gamifikasi ini dapat membantu siswa memahami nilai keadilan dan empati dengan cara yang menarik,” jelasnya. Dalam sesi ini, disoroti praktik terbaik terkait literasi layanan bimbingan konseling kreatif. Fikri Faturahman menjelaskan bahwa langkah awal yang perlu dilakukan para guru bimbingan konseling (BK) adalah membangun persepsi kreatif. Hal ini meliputi tiga aspek utama: pengetahuan tentang BK (knowledge BK), pendekatan Design Thinking, dan sifat adaptif atau fleksibel. Pengetahuan tentang BK berfungsi sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang tepat. Sementara itu, Design Thinking menjadi kunci dalam merencanakan layanan berbasis ide kreatif untuk mengatasi berbagai permasalahan di lingkungan sekolah. Di sisi lain, sifat adaptif memungkinkan guru BK untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi sekolah yang dinamis. Dalam implementasi layanan BK kreatif, Fikri menekankan pentingnya empat aspek yang harus diperhatikan guru BK, yaitu Feel, Do, Imagine, dan Share. Keempat aspek ini dapat diterapkan dalam tiga segmentasi layanan BK: untuk semua siswa, sebagian siswa, dan beberapa siswa tertentu. “Sebelum memberikan layanan kreatif, seorang guru harus melakukan observasi terlebih dahulu untuk memahami kebutuhan siswa. Guru juga perlu mengikuti tren kekinian yang relevan dengan siswa, sehingga dapat membangun kedekatan dan kepercayaan yang kuat. Dengan demikian, tercipta keterlibatan (engagement) yang positif, misalnya melalui pendekatan gamifikasi,” jelas Fikri. Dalam webinar ini, Fikri juga mempraktikkan gamifikasi interaktif berjudul “Misi Agen Penyelamat Keadilan” bersama para peserta. Gamifikasi ini menjadi salah satu contoh alat yang efektif digunakan untuk meningkatkan minat belajar siswa sekaligus menciptakan pengalaman belajar yang menarik dan menyenangkan. Peran KGSB dalam Pendidikan Kreatif KGSB terus berkomitmen untuk mendukung pengembangan tenaga pendidik melalui berbagai pelatihan dan seminar. Komunitas ini didirikan pada tahun 2021 sebagai bagian dari program Satkaara Berbagi yang fokus pada pendidikan. Dengan anggota yang tersebar di 32 provinsi di Indonesia dan Timor Leste, KGSB menjadi wadah bagi guru untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman. “Kami berharap melalui pendekatan pedagogi kreatif, guru dapat membantu siswa menjadi pencipta masa depan yang lebih baik,” tutup Ruth. Webinar ini tidak hanya memberikan wawasan baru tetapi juga menjadi langkah nyata dalam menciptakan pembelajaran yang lebih inklusif dan kreatif.
Solusi Preventif Cyberbullying pada Siswa
Menurut UNICEF, cyberbullying memiliki dampak serius pada tiga aspek, yaitu mental, emosional dan fisik. Internet telah menjadi kebutuhan dasar yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, termasuk bagi anak-anak. Berdasarkan Laporan Survei Internet Indonesia 2021-2022 oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penetrasi internet di kalangan anak usia 5-12 tahun mencapai 62,43%, sementara pada usia 13-18 tahun bahkan mencapai 99,16%. Sebagian besar anak usia sekolah ini mengakses internet melalui gawai. Meski internet membawa banyak manfaat, seperti menunjang pembelajaran dan komunikasi, penggunaannya juga memunculkan tantangan serius, salah satunya adalah cyberbullying. Fenomena ini semakin marak di kalangan siswa, sebagaimana terungkap dalam penelitian Center for Digital Society (CfDS) pada Agustus 2021. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa 45,35% siswa usia 13-18 tahun pernah menjadi korban cyberbullying, dan 38,41% lainnya mengaku pernah menjadi pelaku. Pada peringatan Hari Anak Nasional 23 Juli 2022, Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) menunjukkan komitmennya dalam melindungi siswa dengan mengadakan webinar bertema “Mencegah Tindakan Cyberbullying pada Siswa.” Webinar ini menjadi bagian dari upaya menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung perkembangan anak, sesuai dengan tema Hari Anak Nasional 2022: “Anak Terlindungi, Indonesia Maju.” Webinar diikuti oleh ratusan guru dan tenaga pendidik dari Indonesia dan Timor Leste. Acara ini menghadirkan narasumber dari berbagai bidang, seperti Zulfadly Syam (Sekretaris Jenderal APJII), Asfinawati (Wakil Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat STH Indonesia Jentera), dan Ana Susanti (Founder Rumah Guru BK). Diskusi mendalam dilakukan untuk mengupas fenomena cyberbullying dari perspektif hukum, teknologi, dan psikologi pendidikan. Dampak Cyberbullying Menurut UNICEF, cyberbullying memiliki dampak serius pada tiga aspek, yaitu: Dalam kasus yang ekstrem, cyberbullying dapat menyebabkan depresi hingga tindakan bunuh diri. Upaya Pencegahan Cyberbullying Untuk mengatasi ancaman ini, langkah preventif perlu diambil oleh semua pihak, terutama oleh guru dan tenaga pendidik sebagai support system siswa. Berikut adalah solusi yang dapat diterapkan: 1. Meningkatkan Literasi Digital Sekolah harus mengintegrasikan literasi digital ke dalam kurikulum. Literasi ini mencakup: 2. Menggunakan Pendekatan Bijak Sekretaris Jenderal APJII, Zulfadly Syam, memperkenalkan pendekatan B-I-J-A-K: 3. Peningkatan Awareness di Sekolah 4. Pendekatan Empati Ana Susanti, Founder Rumah Guru BK, menekankan pentingnya pendekatan empati oleh guru. Dalam banyak kasus, respon positif dari lingkungan terdekat seperti guru lebih efektif dibandingkan hukuman atau pendisiplinan. 5. Sosialisasi Regulasi Hukum Wakil Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat STH Indonesia Jentera, Asfinawati, menjelaskan bahwa regulasi seperti UU ITE dan UU TPKS dapat digunakan untuk menangani kasus cyberbullying. Namun, sanksi hukum sebaiknya menjadi langkah terakhir setelah berbagai pendekatan lain dilakukan. Peran KGSB dalam Mencegah Cyberbullying KGSB mengambil peran penting dalam upaya preventif ini dengan menjadi fasilitator diskusi antar tenaga pendidik, ahli hukum, dan pakar teknologi. Founder KGSB, Ruth Andriani, menyampaikan bahwa fenomena cyberbullying membutuhkan perhatian serius dari semua pihak, terutama guru. “Webinar ini adalah upaya kami untuk memberikan pembekalan kepada guru agar dapat merespons secara tepat atas tindakan cyberbullying di lingkungan sekolah. Mari kita bersama-sama memutus mata rantai perundungan dan menciptakan lingkungan sekolah yang bebas dari perundungan dalam bentuk apa pun,” ujar Ruth. Cyberbullying adalah tantangan yang membutuhkan perhatian serius dari semua pihak. Dengan momentum Hari Anak Nasional 2022 dan inisiatif seperti webinar oleh KGSB, diharapkan semakin banyak guru dan tenaga pendidik yang memiliki pemahaman serta kemampuan untuk mencegah dan menangani cyberbullying. Dengan meningkatkan literasi digital, memperkuat kesadaran, menerapkan regulasi yang tepat, dan menunjukkan empati, kita dapat menciptakan lingkungan yang aman dan positif bagi siswa untuk berkembang di era digital.
Metode Read Aloud untuk Tingkatkan Minat Baca Siswa
Jakarta, 11 Juni 2022 – Rendahnya tingkat literasi membaca siswa di Indonesia, seperti yang diungkap dalam studi PISA 2018, menjadi tantangan besar bagi dunia pendidikan. Hasil studi PISA 2018 yang dirilis oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, meraih skor rata-rata yakni 371, di bawah rata-rata skor OECD yakni 487. Studi tersebut diikuti oleh murid-murid berusia 15 tahun dari 79 negara di seluruh dunia. Untuk menghadapi masalah tersebut, Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) bersama Rumah Guru BK (RGBK) menggelar webinar bertema “Meningkatkan Minat Baca pada Siswa Melalui Read Aloud” pada Sabtu, 11 Juni 2022. Webinar ini juga menggandeng komunitas Read Aloud Indonesia (RAI) dan dihadiri oleh ratusan guru dari Indonesia sertaTimor Leste. Bagaimana Penerapan Metode Read Aloud? Read Aloud adalah metode membaca nyaring yang menggabungkan pelafalan kata dengan interaksi. Metode ini bertujuan tidak hanya untuk meningkatkan keterampilan membaca, tetapi juga menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca sejak usia dini. Roosie Setiawan, Founder Reading Bugs dan Penasehat RAI, menjelaskan bahwa membaca adalah keterampilan yang membutuhkan pembelajaran terstruktur. “Guru dapat memanfaatkan metode ini untuk melatih keterampilan menyimak, memperkuat kedekatan dengan siswa, dan membuat pembelajaran menjadi lebih menyenangkan,” jelasnya. Menurut Roosie, sebagai salah satu pendekatan efektif untuk meningkatkan minat baca siswa, Interactive Read Aloud (IRA) memiliki lima tahap utama: Ihdinal Hikmatin Tajdidah, Penggerak Reading Bugs, menambahkan bahwa ada tiga tahap penting dalam menerapkan metode read aloud, yakni : Metode reaad aloud tidak hanya meningkatkan kemampuan membaca, tetapi juga membantu siswa dalam : Dalam webinar ini, para peserta juga berkesempatan mengikuti simulasi gamifikasi interaktif untuk meningkatkan minat siswa. Dengan kolaborasi komunitas, pelatihan, dan penerapan metode yang tepat, Read Aloud diharapkan mampu menjadi solusi praktis dalam membangun budaya literasi di Indonesia. Guru sebagai Role Model Literasi Founder KGSB, Ruth Andriani, menekankan bahwa guru perlu menjadi teladan dalam membangun budaya literasi di sekolah. “Kami berharap webinar ini dapat memberikan pemahaman yang cukup kepada guru untuk menerapkan metode read aloud di kelas,” ungkap Ruth. Sementara Ana Susanti, Founder Rumah Guru BK, menambahkan bahwa guru harus berani mengkampanyekan membaca dan berbagi praktik baik di lingkungan sekolah. “Membaca adalah kunci sukses belajar,” tegasnya. Dengan komitmen dan kerja sama semua pihak, generasi muda yang lebih literat dan siap menghadapi tantangan masa depan dapat diwujudkan.